Minggu, 25 Desember 2011

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BAHASA INDONESIA


Pendahuluan

Guru yang baik adalah guru yang selalu berusaha untuk menciptakan pembelajaran yang terbaik. Untuk menciptakan pembelajaran yang terbaik seorang guru harus pandai-pandai mendesain model pembelajaran. Model pembelajaran sangat erat kaitannya dengan bahan ajar, metode, media, dan evaluasi.
Bahan ajar merupakan komponen penting dalam pembelajaran. Bahan ajar yang disampaikan seorang guru hendaknya mengacu kepada tujuan yang telah digariskan dalam kurikulum. Oleh karena itu, guru mempunyai keleluasaan untuk mengembangkan bahan ajar yang akan disampaikan sejauh tidak menyimpang dari tujuan.

Pengembangan bahan ajar erat kaitannya dengan sumber acuan yang digunakan. Banyak sumber bahan ajar yang dapat digunakan, tetapi hendaknya dipilih yang sesuai dengan kondisi pembelajaran. Di samping itu, dalam menyampaian bahan ajar hendaknya dipilih pula metode apa yang dapat dijadikan sarana untuk menyampaian bahan ajar secara efektif. Keefektifan penyampaian bahan ajar juga didukung oleh media yang digunakan. Selain itu, evaluasi mempunyai peran penting dalam rangka masukan untuk mengadakan perbaikan-perbaikan bahan ajar yang akan dikembangkan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan bahan ajar tentu saja banyak ragamnya, tetapi yang terpenting adalah pola pengembangan yang mengacu kepada tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, faktor guru memegang peranan penting dalam penembangan bahan ajar. Gurulah yang harus berinisiatif untuk selalu mengadakan perbaikan-perbaikan yang berkenaan dengan pembelajaran.

Pengembangan Bahan Ajar

Pengembangan bahan ajar merupakan sebuah sistem. Sebagai sebuah sistem pengembangan bahan ajar tentu merupakan gabungan dari berbagai komponen pembelajaran. Pengembangan bahan ajar pengajaran bahasa adalah suatu sistem, yaitu, suatu gabuangan dari elemen-elemen (bagian komponen) yang saling dihubungkan oleh suatu proses atau struktur dan berfungsi sebagai kesatuan organisatoris dalam usaha mencapai tujuan akhir atau menghasilkan sesuatu (Djunaidi, 1987: 66). Di sini dapat diamati bahwa pengembangan bahan ajar sebagai sebuah sistem yang dihubungkan oleh proses yang berfungsi sebagai kesatuan organisatoris dengan tujuan akhir pembelajaran tepat sasaran.
Pendapat diatas memaparkan bahwa tujuan sebagai sasaran akhir dari pengembangan bahan ajar. Tujuan pengembangan bahan ajar untuk menghasilkan bahan ajar yang siap digunakan dalam pembelajaran. Untuk dapat membuat bahan ajar yang siap pakai tentu harus mencermati berbagai komponen pembelajaran. Dengan demikian pengembangan bahan ajar dapat diartikan sebagai sistem yang terstruktur dari berbagai komponen yang bertujuan menghasilkan bahan ajar yang siap pakai dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Sebagai sistem yang terstruktur, pengembangan bahan ajar tentunya harus berpijak pada rambu-rambu yang telah ditentukan serta mengantarkan pada satu titik tujuan yang akan dicapai. Karena titik tumpunya adalah tujuan, pengembangan bahan ajar yang dilakkan oleh guru sangat berfariasi. Hal ini terjadi karena pengalaman guru yang berbeda-beda.
Dalam kurikulum berbasis kompetensi, guru diharapkan dapat memanfaatkan moment ini dalam rangka mengolah, mendesain, mendiversifikasi bahan ajar dengan berpijak pada tujuan serta kebutuhan yang sesuai dengan kondisi pembelajaran. Guru diberikan keleluasaan bukan saja memilah dan memilih, tetapi merancang dan menentukan sendiri bahan ajar pembelajaran yang sesuai dengan model kultur tempat ia mengajar. Keleluasaan ini tentu harus dilihat dari sisi pengembangan bahan ajar yang bertumpu pada tujuan yang telah digariskan. Dengan demikian pengembangan bahan ajar diberikan kepada guru secara penuh dengan mengedepankan prinsip-prinsip tujuan yang harus dicapai.

Sumber Bahan ajar

Salah satu hal yang paling mudah dilakukan oleh guru untuk mencari bahan ajar adalah menemukan buku teks. Dengan menggunakan strategi ini seorang guru tidak perlu terlalu banyak berpikir untuk mendapatkan bahan ajar (Brown 1995). Dengan adanya buku teks, guru akan lebih mudah melaksanakan pembelajaran. Akan tetapi, yang perlu dipikirkan adalah bahan ajar-bahan ajar yang terdapat dalam buku teks sesuai atau tidak dengan tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, konsep sumber bahan ajar yang paling pokok adalah kesesuaian antara bahan ajar dengan tujuan pembelajaran.
Sejauh ini guru dalam pembelajaran di kelas selalu menggunakan buku teks sebagai sumber utama. Akan tetapi,  fokus utama yang dinyatakan dalam buku teks tidak mampu memaparkan perbedaan keragaman kebutuhan yang tidak mungkin ada dalam suatu kelas. Penggunaan satu buku teks oleh pemerintah atau pihak yang berwenang dalam bidang pendidikan  sering kali menemukan kontroversi, penerbit banyak mengeluarkan waktu, upaya, serta uang untuk mempromosikan serta menjaga kontraknya yang berkaitan dengan bahan ajar yang mereka kembangkan (Nunan, 1995). Buku teks sebagai buku sumber ternyata memiliki kelemahan. Kelemahan pertama adalah tidak mampu memaparkan perbedaan kebutuhan. Satu buku teks jelas tidak akan mampu memberikan gambaran secara menyeluruh tentang berbagai kebutuhan dalam pembelajaran. Hal tersebut karena adanya kebutuhan pengajaran yang berbeda yang disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor  geografis bisa saja menjadi faktor penentu dalam pemaparan kebutuhan yang berbeda.
Selain tidak mampu memaparkan keragaman kebutuhan, buku teks juga mempunyai kelemahan berupa kontroversi tentang usaha penerbit yang berupa ikatan kontrak untuk mempertahankan bahan ajar yanng mereka kembangkan. Buku teks banyak ditulis oleh para pakar di bidangnya dan kadang-kadang dipertahankan oleh penerbit. Walaupun ditulis oleh pakar yang mumpuni kadang-kadang penyajiannya kurang relevan dengan kebutuhan di lapangan. Oleh karena itu, sebaiknya  buku teks ditulis oleh guru yang berpengalaman di bidangnya.
Di Indonesia buku teks begitu banyak diterbitkan. Hampir di seluruh daerah mempunyai buku teks yang diterbitkan oleh penerbit setempat. Hal itu menggambarkan betapa banyak bahan yang dapat dipilih oleh guru untuk mengembangkan bahan ajar. Untuk pelajaran bahasa Indonesia, misalnya, hampir penerbit-penerbit terkemuka menerbitkan buku pelajaran dengan cara mencari penulis-penulis ahli di bidangnya. Hal itu dilakukan dengan berbagai cara untuk mendapatkan pengesahan agar bukunya dapat dijadikan buku pegangan utama pada sekolah tingkat tertentu. 
Dari sekian banyak buku teks yang diterbitkan banyak sisi kelemahan yang dapat ditemukan salah satunya adalah tidak dapat dijadikan acuan di seluruh daerah. Oleh karena itu, buku teks sebaiknya ditulis dan disahkan penggunaannya hanya untuk daerah tertentu jika itu sangat diperlukan. Hal ini akan memudahkan penulisan yang akan disesuaikan dengan daerah pemakai buku tersebut.
Untuk pengembangan bahan ajar, hendaknya pemerintah tidak mewajibkan salah satu buku pegangan yang harus dipergunakan. Hal tersebut akan  mengekang guru untuk memodivikasi berbagai bahan ajar yang akan diajarkan. Dalam hal ini lebih baik guru dituntut untuk berkreasi bagaimana cara pengembangan bahan ajar yang dianggap baik dan mudah dilakukan oleh guru tersebut.
Buku teks sebagai bahan ajar bahasa Indonesia untuk tingkat sekolah menengah banyak beredar dari berbagai penerbit. Hal tersebut sangat menguntungkan guru untuk mengadakan pengembangan bahan ajar. Akan tetapi, di sisi lain buku teks tersebut ada yang diasumsikan oleh guru bahwa hanya salah satu dari sekian banyak buku teks yang digunakan. Hal itu terjadi karena buku teks tersebut mendapat persetujuan dari lembaga pemerintah untuk dipergunakan di sekolah-sekolah.
Buku teks pelajaran bahasa Indonesia banyak diterbitkan. Oleh karena itu, untuk mengembangkan bahan ajar bahasa Indonesia sangat mudah bila ditinjau dari banyaknya bahan ajar yang dapat dikemas menjadi satu model bahan ajar hasil pengembangan.  Dengan demkian, guru dituntut  untuk dapat mengembangkan berbagai potensi yang ada dalam dirinya untuk mengembangkan bahan ajar. Bagaimanapun banyaknya buku teks tanpa kehadiran guru sebagai pengembang tidak ada artinya. Karena itulah sebaiknya buku teks ditulis, dikembangkan, dan direvisi oleh guru sebagai tim pengembang bahan ajar.

Kesesuaian Bahan Ajar

Bahan ajar yang disusun oleh siapa pun hendaknya tidak menyimpang dari tujuan yang telah digariskan. Tujuan pembelajaran bahasa secara umum adalah untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Tujuan itulah yang harus menjadi pegangan untuk mengembangkan bahan ajar yang akan disampaikan.
Pengembangan bahan ajar seperti diungkapkan di atas harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Oleh karena itu, untuk mengembangkans sebuah bahan ajar hendaknya berpedoman kepada tujuan yang terdapat dalam kurikulum.

Kesesuaian Bahan ajar dengan Tujuan

Apapun yang dilakukan oleh guru dalam rangka mengembangkan bahan ajar hendaknya bertumpu pada tujuan tersebut. Tujuan instruksional umum menyatakan apa yang harus dilakukan siswa pada akhir kegiatan belajar. Tujuan instruksioal khusus merupakan perincian dan penjabaran dari tujuan instruksional umum serta menyatakan tingkah laku yang harus dapat dilakukan siswa agar dapat mencapai tujuan akhir tersebut (Djunaidi, 1987: 66). Oleh karena itu, pengembangan bahan ajar yang dilakukan oleh guru harus berlandaskan tujuan karena pencapaian tujuan merupakan titik akhir yang harus dicapai dalam pembelajaran.
Pengembangan bahan ajar bertumpu pada tujuan. Karena itu, sebelum mengembangkan bahan ajar hendaknya disusun rumusan tujuan khusus yang harus tercapai. Perumusan  tujuan khusus yang baik harus berdasarkan atas empat elemen, yakni audience, behavior, condition, dan degree (Djunaidi, 1987: 66). Audience  adalah siswa yang harus dapat melakukan perbuatan yang telah dinyatakan dalam rumusan tujuan. Behavior adalah tingkah laku apa yang dapat dilakukan siswa setelah mengikuti program pembelajaran. Condition, kapan tingkah laku tersebut dinyatakan sebagai syarat yang harus dipenuhi. Degree,  tingkat keberhasilan semua siswa setelah pembelajaran yang harus terpenuhi. 
Perumusan  tujuan khusus hendaknya menghindari kekaburan tujuan yang hendak diukur. Kekaburan tujuan dapat dihindari dengan cara menggunakan kata kerja operasional dari rumusan-rumusan tujuan yang hendak dicapai. Contoh: Kelas III SLTP akan mempelajari bentuk kalimat pasif dalam bahasa Indonesia. Guru akan menerangkan bentuk kalimat pasif dan perbedaannya dengan kalimat aktif. Begitu pula guru menerangkan perubahan dari bentuk kalimat aktif menjadi kalimat pasif atau sebaliknya. Siswa mengamati berbagai bentuk kalimat pasif dalam wacana. Berdasarkan ilustrasi di atas, rumusan tujuan khususnya dapat dibuat seperti berikut:  Setelah pembelajaran selesai siswa dapat (1) Membuat kalimat pasif; (2) mengubah bentuk kalimat aktif menjadi pasif; (3) mengumpulkan kalimat pasif yang terdapat dalam wacana; dan (4) menyusun paragraf yang di dalamnya terdapat kalimat pasif.
Berdasarkan contoh di atas maka dapat diketahui audience, behavior, condition, dan degree. Audiencenya  adalah siswa kelas III SLTP sedangkan behaviornya dapat membuat bentuk kalimat pasif, mengubah bentuk kalimat aktif menjadi kalimat pasif, mengumpulkan kalimat pasif yang ada dalam wacana, dan menyususn paragraf yang di dalamnya terdapat bentuk kalimat pasif. Conditionnya adalah setelah selesai mempelajari bentuk kalimat pasif sedangkan degree-nya atau taraf keberhasilannya minimal harus mencapai 75%.

Kesesuaian Bahan Ajar dengan Pembelajaran

Kegiatan belajar mengajar atau pembelajaran merupakan rangkaian kegiatan yang banyak melibatkan berbagai hal untuk tercapainya tujuan. Pembelajaran yang berorientasi terhadap pengembangan bahan ajar harus memperhatikan berbagai komponen di dalamnya. Salah satu komponen tersebut adalah bahan ajar dan tujuan yang hendak dicapai. Bahan ajar dan tujuan merupakan kompoenen penting dalam pembelajaran. Bahan ajar adalah bahan yang digunakan untuk belajar dan membantu untuk mencapai tujuan instruksional, di mana siswa harus melakukan sesuatu terhadap sesuatu menurut jenis perilaku  tertentu (Winkel, 1996: 295).
Pengajaran yang bertumpu pada tujuan yang hendak dicapai tentu harus mendesain bahan ajar yang sesuai dengan model pembelajarannya. Bahan ajar dan pembelajaran merupakan rangkaian yang tidak dapat dipilah-pilah. Bahan ajar dalam pembelajaran mesti mencerminkan tujuan apa yang hendak dicapai. Oleh karena itu keseuaian bahan ajar dengan pembelajaran merupakan bagian penting untuk mengembangkan bahan ajar.
Dalam pembelajaran guru harus pandai-pandai memilih bahan yang sesuai. Keseusian bahan ajar sangat bermanfaat untuk pengembangan lebih lanjut. Oleh karena itu, dalam pembelajaran hendaknya guru mengetahui kemampuan awal siswa. Dengan mengetahui kemampuan awal siswa memudahkan guru untuk menentukan model pembelajaran yang mengarahkan kepada pengembangan bahan ajar.
Untuk mengetahui kemampuan awal siswa, guru dapat mengadakan tes awal sebelum pembelajaran dimulai. Tes ini sangat berguna bagi guru untuk mendesain bagaimana pembelajaran menjadi lebih komunikatif. Jika siswa sudah banyak mengetahui tentang bahan ajar yang akan disampaikan, guru akan lebih mudah menentukan model pembelajarannya. Akan tetapi, bila yang terjadi sebaliknya, guru harus mendesain model pembelajaran untuk bahan ajar tersebut dengan cermat.

Metode

Metode dalam pembelajaran merupakan bagian penting yang harus ditentukan sebelum pembelajaran berlangsung. Penentuan metode tersebut berkaitan erat dengan bahan ajar yang akan disampaikan. Richard dan Roger mengungkapkan bahwa penggunaan metode disesuaikan dengan bahan ajar. Metode yang berbeda berpengaruh terhadapat peran yang berbeda dan hubungan peran atara guru dan siswa. Hal ini juga berkaitan dengan bahan ajar (dalam Nunan, 1995).
Secara umum dapat dikatakan bahwa metode pengajaran bahasa Indonesia merupakan hasil adopsi dari metode-metode pengajaran bahasa Inggris. Hal tersebut dilakukan karena metode pembelajaran bahasa Indonesia masih mencari bentuk yang cocok untuk dikembangkan. Di samping itu, pengajaran bahasa Indonesia masih sulit mencari format pembelajaran yang ideal karena berbagai faktor.
Penggunakan metode dalam pembelajaran erat kaitannya dengan pengembangan bahan ajar. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia penggunaan metode haruslah memperhatikan bahan ajar yang akan disampaikan. Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia.

Metode langsung

Metode langsung atau direct method  merupakan metode yang digunakan dengan cara guru secara langsung menggunakan bahasa yang diajarkan sebagai bahasa pengantar. Metode ini memberikan peluang kepada siswa untuk menggunakan bahasa yang diajarkan tersebut seluas-luasnya. Metode ini sangat baik digunakan dalam pembelajaran bahasa kedua.
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia sebenarnya hal ini dapat dilakukan karena di Indonesia bahasa Indonesia anggap saja sebagai bahasa kedua bagi siswa. Sejak permulaan pembelajaran metode ini mendorong siswa untuk berpikir dalam bahasa Indonesia secara spontan

Metode Pendekatan Komunikatif

Metode pendekatan komunikatif merupakan metode pengajaran bahasa yang menitikberatkan pengembangan kemampuan komunikasi. Di samping itu pengajaran bahasa dengan pendekatan komunikatif  sangat memperhatikan keempat keterampilan berbahasa yakni menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengajaran bahasa dengan pendekatan komunikatif merupakan integrasi antara pengajaran bahasa secara struktural dan fungsional. Salah satu ciri dari pengajaran bahasa dengan pendekatan komunikatif adalah memberikan perhatian secara sistematis kepada aspek-aspek fungsional dan struktural dari bahasa yang diajarkan (Djunaidi, 1987: 44). Dengan demikian pendekatan komunikatif merupakan metode dengan fokus perhatian pada struktur dan fungsi bahasa itu sendiri.
Pendekatan komunikatif dalam pengajaran bahasa Indonesia menjadi perhatian utama kurikulum pengajaran bahasa. Karena itu, bahan ajar dirancang untuk mengarahkan seluruh pembelajaran ke arah komunikatif. Akan tetapi hal ini menemukan berbagai kendala dalam pelaksanaannya. Pendekatan  ini menitikberatkan pada dua hal yakni struktur dan fungsi komunikatif. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia dengan pendekatan komunikatif kadang-kadang unsur struktur terabaikan. Hal itu terjadi karena kurang hati-hati. Karena   tujuan utama penggunaan bahasa secara komunikatif, struktur bahasa terabaikan. Contoh: pembuatan karangan yang dilakukan oleh siswa dengan tidak mengindahkan struktur bahasa dan kosa kata yang digunakan. Struktur bahasanya biasanya cenderung tidak menggunakan kaidah bahasa Indonesia dan kosa katanya banyak menggunakan kosa kata yang tidak baku menurut kaidah bahasa Indonesia. Dengan demikian kecermatan guru sangat diperlukan dalam mengembangkan bahan ajar dengan pendekatan metode komunikatif.

Analisis kontrastif

Pada umumnya masyarakat Indonesia tergolong masyarakat dwibahasa. Masyarakat Indonesia menguasai dua bahasa yakni bahasa daerah dan bahasa Indonesia. Oleh karena itu, analisis kontrastif dapat dijadikan metode dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
Analisis kontrastif dapat diartikan sebagai usaha untuk membandingkan dua bahasa atau lebih. Perbandingan tersebut dapat berupa perbedaan dan persamaan dari bahasa-bahasa tersebut. Analaisis kontrastif mempunyai arti perbandingan yang sistematik dari ciri-ciri linguistik yang spesifik dari dua bahasa atau lebih (Hamied, 1987: 28). Dengan demikian model ini dapat digunakan dalam pengajaran bahasa Indonesia dengan cara membandingkannya dengan bahasa daerah, misalnya, dalam struktur bahasa.
Pembelajaran bentuk kalimat pasif dalam bahasa Indonesia di daerah penutur bahasa Sunda dapat dikontraskan dengan bentuk pasif dalam bahasa Sunda. Umumnya siswa di daerah penutur Sunda jika ditugaskan untuk membuat kalimat pasif mereka masih selalu menggunakan struktur bahasa Sunda. Sebagai contoh:
Sunda              : Serat dikintun ku abdi.
Indonesia        : Surat saya kirim.
Kedua kalimat di atas menunjukkan bahwa struktur kalimat pasif dalam bahasa Indonesia berbeda dengan bahasa Sunda. Struktur pasif dalam bahasa Sunda fungsi predikat selalu menggunakan imbuhan di- sedangkan dalam bahasa Indonesia tidak demikian. Struktur pasif dalam bahasa Indonesia yang menggunakan imbuhan di- hanyalah untuk orang ketiga. Hal itu pun untuk orang ketiga jamak penggunaan imbuhan di- pada fungsi predikat bersifat manasuka. Dengan demikian analisis kontrastif dapat dijadikan model pendekatan dalam pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan bahan ajar.

Media

Dalam dunia pendidikan media merupakan sesuatu yang tidak asing lagi adanya. Jika guru akan mengajar sering menentukan media apa yang akan digunakan. Dalam pembelajaran adanya media sangat efektif dalam penyampaian bahan ajar. Secara sederhana media dalam pendidikan dapat diartikan sebagai sarana untuk membantu penyampaian bahan ajar. Media adalah sesuatu yang dapat diguanakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran , perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi (Sadiman dkk., 2002: 6). Dalam hal ini, media berfungsi penyalur dari pengirim ke penerima dengan tujuan dapat merangsang  siswa sehingga terjadi pembelajaran. Media merupakan suatu sarana nonpersonal  (bukan manusia) yang digunakan atau disediakan oleh tenaga pengajar yang memegang peranan dalam proses belajar mengajar, untuk mencapai tujuan instruksional (Winkel, 1996: 285). 
Kedua pendapat di atas memperlihatkan bahwa media pengajaran merupakan sarana nonpersonal yang berfungsi untuk memudahkan proses pembelajaran. Karena itu, media harus dapat merangsang pikiran, perasaan, minat, dan perhatian siswa. Agar media dapat berfungsi sesuai dengan yang diinginkan, pemilihan media harus sesuai dengan bahan ajar yang akan diajarkan. Pemilihan media yang selektif memudahkan guru untuk merancang model pembelajaran yang akan ditempuh.
Beragamnya media pembelajaran  memberikan sejumlah alternatif kepada guru untuk memilih alat mana yang paling sesuai. Secara kategorial media pengajaran yang kita kenal adalah media visual yang tidak menggunakan proyeksi,  media visual yang menggunakan proyeksi, media auditif, dan media kombinasi visual auditif. Media tersebut dapat dipilih dan dipergunakan oleh guru dalam pembelajaran sesuai dengan bahan ajar yang akan diajarkan.
Pemilihan media yang tepat merupakan keharusan dalam pembelajaran. Pengembangan bahan ajar akan terjadi jika media pembelajaran tersedia. Melalui media pembelajaran bahan ajar pembelajaran dapat dikembangkan dengan berbagai variasi model pembelajaran. Dalam pembelajaran membaca puisi (deklamasi) guru dapat memilih media auditis berupa rekaman seseorang yang mendeklamasikan puisi. Hal ini akan memudahkan guru untuk mengajarkan bagaimana cara mendeklamasikan puisi yang baik kepada siswa-siswanya.
Dengan beragamnya media tinggallah keterampilan guru yang harus ditingkatkan untuk menggunakan media tersebut. Karena itu, pengembangan bahan ajar yang dilakukan oleh guru juga harus memperhatikan jenis media yang dipilih. Implikasi penggunaan media dalam pembelajaran di samping memudahkan guru juga pengembangan bahan ajar akan lebih mudah.

Evaluasi
Evaluasi dalam pembelajaran merupakan bagian penting yang harus dilakukan. Tanpa ada evaluasi pembelajaran akan terasa hampa. Dengan adanya evaluasi guru dapat melihat seberapa jauh anak didiknya menguasaibahan ajar yang sudah diajarkan.
Selain evaluasi terhadap kemampuan siswa dalam menguasai bahan ajar yang sudah disampaikan, guru  juga harus dapat mengevaluasi bahan ajar-bahan ajar yang ada dalam buku teks sebagai bahan ajar pelejaran. Buku pelajaran dapat dievaluasi pertama kali untuk menentukan kesesuaian bahan ajar dengan program tertentu. Proses ini dapat disebut evaluasi bahan ajar (Brown, 1995). Evaluasi terhadap bahan ajar yang terdapat dalam buku teks dan akan dijarkan adalah kesesuaian bahan ajar dengan tujuan pembelajaran. Evaluasi ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana kesesuaian antara bahan ajar yang tersaji dengan tujuan yang telah digariskan.
Selain itu pelaksanaan evaluasi terhadap bahan ajar dapat juga dilakukan ketika pembelajaran berlangsung. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara memperhatikan respon siswa terhadap bahan ajar tersebut. Guru dapat mencatat respon siswa terhadap bahan ajar yang diberikan. Bila perlu guru dapat mengubah urutan bahan ajar yang disesuaikan dengan kebutuhan atau daya serap siswa (Brown, 1995). Dengan demikian evaluasi bahan ajar dapat dilakukan saat pemilihan, proses pembelajaran, setelah diadakan evaluasi bagi siswa.
Dengan adanya evaluasi terhadap bahan ajar, pengembangan bahan ajar bahasa Indonesia dapat dilakukan dengan mudah. Setelah ada evaluasi, pembelajaran dapat dilakukan berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan.  Dengan demikian akan terjadi pengembangan bahan ajar dengan sendirinya.

Simpulan

Pengembangan bahan ajar merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam pembelajaran. Pengembangan bahan ajar dapat dilakukakn dengan melihat sumber bahan ajar. Hal ini dilakukan guna mendapatkan informasi yang jelas dari sumber yang diteliti. Kesusuaian bahan ajar dengan tujuan dan pembelajaran merupakan hal pokok dalam pengembangan bahan ajar. Dengan demikian akan mudah pengembangan bahan ajar yang dilakukan jika buku sumber yang digunakan sesuai dengan tujuan dan pembelajaran yang akan dilakukan.
Selain itu pengembangan bahan ajar juga dapat dilakukan melalui metode yang dikembangkan dalam pembelajaran. Metode pembalajaran sangat menentukan ke arah mana bahan ajar tersebut akan dikembangkan. Selain metode, media juga dapat digunakan sebagai sarana pengembangan bahan ajar. Dengan media penggunaan yang tepat pengembangan bahan ajar akan mudah dilakukan.
Puncak pengembangan bahan ajar adalah dilakukannya evaluasi terhadap bahan ajar. Bahan ajar-bahan ajar yang akan diajarkan dapat dievaluasi saat disusun, diajarkan, dan diketahui hasil dari proses pembelajaran. Dengan adanya evaluasi pengembangan bahan ajar akan mudah dilakukan oleh guru sebagai pengembang bahan ajar (walalahu’alam)

DAFTAR BACAAN

Brown, J. D. (1995) The Elements of Language Curriculum Development. Boston: An International Thomson Publishing Company

Djunaidi, A. ( 1987). Pengembangan Bahan ajar Pengajaran Bahasa Inggris berdasarkan Pendekatan Linguistik Kontrastif (Teori dan Praktek). Jakarta: Dirjen Dikti

Hamaied, F. A. ( 1987). Proses Belajar Mengajar Bahasa. Jakarta: Dirjen Dikti

Munadir. (1987).  Rancangan Sistem Pengajaran. Jakarta: Dirjen Dikti

Nunan, D. ( 1995). Language Teching Methodology.  New York: Prentice Hall

Pranowo. (1996). Analisis Pengajaran Bahasa. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Subyakto, S. U. (1988). Metodologi Pengajaran bahasa.  Jakarta: Dirjen Dikti

Sadiman, A. S., dkk. (2002).  Media Pendidikan(Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya).  Jakarata: PT Raja Grafindo Persada

Winkel, W. S. ( 1996). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia

1 komentar: